Dasar Hukum :

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.HT.03.10 TAHUN 2007 tentang Bentuk dan Ukuran Cap/Stempel Notaris

 

Dalam peraturan ini diatur mengenai cap/stempel jabatan notaris yaitu :

  1. Cap/stempel berbentuk lingkaran dengan ukuran lingkaran luar berdiameter 3.5 cm (tiga koma lima centimeter) dan lingkaran dalam 2.5 cm (dua koma lima sentimeter);
  2. Jarak antara lingkaran luar dan lingkaran dalam 0.5 cm (nol koma lima sentimeter);
  3. Ruang pada lingkaran dalam memuat lambang Negara Republik Indonesia;
  4. Ruang diantara lingkaran luar dan lingkaran dalam memuat nama alamat lengkap atau nama lengkap dan gelar, jabatan dan tempat kedudukan notaris;
  5. Berwarna merah.

 

Lalu dalam hal bagaimana notaris menggunakan cap/stempel jabatan notaris ?

Dalam pasal 5 diatur bahwa:

“Teraan cap/stempel jabatan notaris digunakan pada minuta akta, akta originali, salinan akta, kutipan akta grosse akta, surat di bawah tangan, dan surat-surat resmi yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris”.

Tentu saja Pasal 15 yang dimaksud diatas, dewasa ini ditujukan untuk Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Memang menjadi suatu dilema apabila dihubungkan dengan hukum tata usaha negara, bagaimana peraturan menteri yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Pasal 16 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengenai kewajiban notaris yang telah diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 belum digantikan dengan peraturan menteri yang baru, sedangkan dalam Pasal 91B Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 diatur bahwa “peraturan pelaksanaan dari undang-undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak undang-undang ini diundangkan”. Dengan kata lain Pasal 91B telah memerintahkan otoritas untuk menerbitkan peraturan pelaksanaan yang baru, namun sampai saat ini perintah tersebut belum diimplementasikan. Lalu bagaimana dampaknya seorang notaris selaku pejabat pembuat akta otentik yang merupakan alat bukti terkuat ternyata dalam pelaksanaan jabatannya dilandasi atas suatu peraturan menteri yang ternyata telah diperintahkan untuk diganti?. Apakah demi hukum peraturan menteri tersebut menjadi tidak berlaku?. Bagaimana dengan kekuatan hukum dari cap/stempel jabatan notaris yang telah digunakan sejak Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 diundangkan?. Bagaimana otentisitas akta dan kewenangan lain notaris yang telah dibuat ?. Tentu saja sebagai seorang notaris yang harus yakin bahwa dalam melaksanakan tugas jabatannya didasarkan atas peraturan pelaksanaan yang berlaku dan memiliki kekuatan mengikat, maka paham yang dibentuk adalah Pasal 91B Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tidak menyatakan dengan tegas mencabut dan menyatakan tidak berlaku peraturan pelaksanaan yang terbit sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. Meskipun telah diperintahkan dalam jangka waktu 1 tahun harus diterbitkan peraturan pelaksanaan yang baru, namun tidak menjadi dasar bahwa apabila dalam jangka waktu 1 tahun belum diterbitkan peraturan pelaksanaan yang baru, maka peraturan pelaksanaan yang lama dicabut dan tidak berlaku. Untuk mengantisipasi dan memitigasi keraguan yang timbul sepantasnya otoritas segera menerbitkan peraturan baru sebagai peraturan pelaksanaan dari Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.

 

Bagaimana penggunaan cap/stempel jabatan notaris selain yang dimaksud dalam pasal 15 peraturan menteri?

Dalam pasal 15 sudah diatur dengan tegas dan limitatif bahwa teraan cap/stempel jabatan notaris digunakan pada minuta akta, akta originali, salinan akta, kutipan akta grosse akta, surat di bawah tangan, dan surat-surat resmi yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014). Kebiasaan menggunakan cap/stempel jabatan notaris selain yang telah diatur harus segera ditinggalkan, penggunaan cap/stempel jabatan notaris janganlah digunakan secara serampangan, apalagi digunakan dalam kwitansi pembayaran, hal ini akan menimbulkan persepsi negatif seolah-olah lambang negara digunakan untuk hal yang bertendensi komersial, meskipun mengenai honorarium notaris telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Kewajiban seorang notaris adalah menjaga harkat, martabat, kehormatan dan kewibaan jabatan notaris, maka sebaiknya pula untuk mengimplementasikan kewajiban itu, notaris harus bijak dalam penggunan cap/stempel jabatan notaris.

 

Apa dasar hukum cap/stempel kantor notaris, cap/stempel fotokopi sesuai asli, dan cap/stempel lain yang berkaitan dengan kewenangan notaris ?

Dalam peraturan menteri ini hanya mengatur mengenai cap/stempel jabatan notaris, yaitu yang memuat lambang negara Republik Indonesia. Lalu bagaimana dengan cap/stempel kantor notaris, cap/stempel fotokopi sesuai asli, dan cap/stempel lain yang berkaitan dengan kewenangan notaris?. Tentu saja cap/stempel lainnya tidak memiliki dasar hukum yang khusus mengatur mengenai itu. Penggunaan cap/stempel lainnya semata-mata hanyalah untuk memudahkan notaris terkait dengan pelaksanaan kewenangannya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 agar dalam pembuatan redaksi yang sejatinya menggunakan perangkat elektronik atau  mesin ketik tidak dilakukan berulang-ulang. Dalam praktik notaris, cap/stempel lainnya terdapat keberagaman bentuk, redaksi dan warna. Bentuk dan redaksi cap/stempel lainnya dikembalikan kepada pemahaman masing-masing notaris dalam menafsirkan kewenangan notaris. Tapi bagaimana dengan warna cap/stempel lainnya?, apakah harus berwarna merah layaknya cap/stempel jabatan notaris yang diatur dengan peraturan menteri?. Apakah harus berwarna hitam? karena cap/stempel lainnya hanya untuk memudahkan notaris menuliskan redaksi yang sejatinya menggunakan perangkat elektronik atau mesin ketik yang ditulis dengan tinta berwarna hitam. Apakah berwarna biru? agar kontras antara cap/stempel jabatan notaris, cap/stempel lainnya, dan tulisan dalam surat. Keadaan inilah yang seharusnya diharmoniskan, baik oleh organisasi notaris maupun otoritas. Selama belum ada aturan yang khusus mengatur mengenai itu, maka keberagaman bentuk cap/stempel lainnya akan terus berlanjut. Diharapkan kepada notaris yang baru diangkat tidak hanya sekedar meniru cap/stempel lainnya dari notaris terdahulu. Dibutuhkan suatu keberanian untuk mengharmoniskan perbedaan-perbedaan diantara notaris, salah satunya adalah membuat warna cap/stempel lainnya sesuai pelaksanaan kewenangan notaris dalam pembuatan akta otentik, yaitu berwarna hitam. Karena hakikatnya penggunanaan cap/stempel lainnya semata-mata hanyalah untuk memudahkan notaris dalam penulisan redaksi. Akhir kata, alangkah baiknya apabila aturan mengenai cap/stempel lainnya segera dibuat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, sebagai langkah untuk mebentuk ketertiban dan kepastian hukum.

Tinggalkan komentar